Aliran
Tradisional
- Munculnya
Aliran Tradisional
Pada abad IV SM
seorang ahli filsafat bernama Plato (429 SM-348 SM) menelorkan pembagian jenis
kata bahasa Yunani Kuno dalam kerangka telaah filsafatnya. Plato membagi jenis
kata bahasa Yunani Kuno menjadi dua golongan yakni onoma dan rhema. Onoma adalah jenis kata yang biasanya
menjadi pangkal pernyataan atau pembicaraan. Adapun rhema adalah jenis kata yang biasanya dipakai untuk mengungkapkan
pernyataan atau pembicaraan. Secara awam atau secara mudahnya onoma ini lebih
kurang dapat disejajarkan dengan kata benda, sedangkan rhema lebih kurang
disejajarkan dengan kata kerja atau kata sifat. Selanjutnya, Aristoteles (384
SM-322 SM) membagi jenis kata bahasa Yunani Kuno menjadi tiga golongan yakni onoma, rhema, dan syndesmos.
Perkembangan ilmu
bahasa sampai pada masa itu terbatas pada telaah kata saja, khususnya tentang
jenis kata. Tata bahasa atau gramatikal baru mulai diperhatikan pada akhir abad
(130 SM) oleh Dyonisius Thrax. Buku tata bahasa yang pertama disusun itu
berjudul “Techne Gramatike”. Buku
inilah yang kemudian menjadi anutan para ahli tata bahasa yang lain yang
kemudian dikenal sebagai penganut aliran tradisionalisme. Pada zaman ini
pembagian jenis kata sudah mencapai delapan, yakni: (1) nomina, (2) pronominal,
(3) artikel, (4) verba, (5) adverbial, (6) preposisi, (7) partisipium, (8)
konjugasi.
B.
Ciri-ciri Aliran Tradisional
Tata bahasa
tradisional menurut Abdul Chaer (2003: 333) menganalisis bahasa
berdasarkan filsafat dan semantik. Dalam merumuskan kata kerja, misalnya, tata
bahasa mengatakan kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau
kejadian.
Ciri-ciri aliran
tradisional menurut Soeparno (2002: 44) adalah sebagai berikut.
1.
Bertolak
dari Pola Pikir secara Filosofis.
Ada dua hal yang
menjadi bukti bahwa aliran Tradisional menggunakan landasan/pola pikir filsafat
ialah banyaknya pembagian jenis kata yang bersumber dari onoma-rhema produk Plato dan onoma-rhema-syndesmos
produk Aristoteles; dan penggunaan istilah subjek dan predikat yang sampai saat
ini menjadi materi utama dalam pembelajaran bahasa di sekolah.
2.
Tidak
Membedakan Bahasa dan Tulisan.
Teori ini
mencampuradukkan pengertian bahasa (dalam arti yang sebenarnya) dan tulisan
(perwujudan bahasa dengan media huruf). Dengan demikian, secara otomatis juga
mencampuradukkan pengertian bunyi dan huruf. Sebagai bukti seorang ahli bahasa
mencampuradukkan pengertian tersebut dapat dibaca pada kutipan “Antara vocal-vokal itu, huruf a adalah yang
membentuk lubang mulut yang besar, i yang kecil, e biasanya terbentuk di dalam
mulut sebelah muka, dan o di belakang sebelah ke dalam” (Mees dalam
Soeparno, 2002: 44)
3.
Senang Bermain dengan Definisi.
Ciri ini merupakan
pengaruh dari cara berpikir secara deduktif. Semua istilah diberi definisi
terlebih dahulu kemudian diberi contoh, yang kadang-kadang hanya ala kadarnya.
Teori ini tidak pernah menyajikan kenyataan-kenyataan bahasa yang kemudian
dianalisis dan disimpulkan. Yang paling utama adalah memahami istilah dengan
menghapal definisi yang dirumuskan secara filosofis.
4.
Pemakaian Bahasa Berkiblat pada Pola/Kaidah.
Ketaatan pada pola
ini diwarisi sejak para ahli tata bahasa tradisional mengambil alih pola-pola
bahasa latin untuk diterapkan pada bahasa mereka sendiri. Kaidah bahasa yang
telah mereka susun dalam suatu bentuk buku tata bahasa harus benar-benar
ditaati oleh pemakai bahasa. Setiap pelanggaran kaidah dinyatakan sebagai
bahasa yang salah atau tercela. Pengajaran bahasa di sekolah mengajarkan bahasa
persis yang tercantum di dalam buku tata bahasa. Praktik semacam itu
mengakibatkan siswa pandai dan hafal teori-teori bahasa akan tetapi tidak mahir
berbicara atau berbahasa di dalam kehidupan masyarakat. Tata bahasa yang mereka
pakai itu biasa disebut tata bahasa normative dan tata bahasa preskriptif.
5.
Level-level Gramatik Belum Ditata Secara Rapi.
Level (tataran) yang
terendah menurut teori ini adalah huruf. Level di atas huruf adalah kata,
sedangkan level yang tertinggi adalah kalimat. Menurut teori ini, huruf
didefinisikan sebagai unsure bahasa yang terkecil, kata didefinisikan sebagai
kumpulan dari huruf yang mengandung arti, sedangkan kalimat didefinisikan
sebagai kumpulan kata yang mengandung arti lengkap.
6.
Tata Bahasa Didominasi oleh Jenis Kata (Part
of Speech)
Ciri ini merupakan
ciri yang paling menonjol di antara ciri-ciri yang lain. Hal ini dapat
dimengerti Karena masalah penjenisan kata merupakan aspek linguistik yang
paling tua dalam sejarah kajian linguistik.
C.
Keunggulan dan Kelemahan Aliran
Tradisional
1.
Keunggulan
ü Teori
tradisional lebih tahan lama karena pola pikir aliran ini bertolak dari pola
pikir filsafat.
ü Aliran
ini berkiblat pada bahasa tulis baku, maka keteraturan penggunaan bahasa bagi
para penganutnya amat dibangggakan.
ü Aliran
tradisional mampu menghasilkan generasi yang mempunyai kepandaian dalam
menghafal istilah karena salah satu ciri aliran ini senang bermain dengan
definisi.
ü Aliran
tradisional menjadikan penganutnya memiliki pengetahuan tata bahasa yang cukup
tinggi karena pemakaian bahasa berkiblat pada pola atau kaidah.
ü Aliran
ini telah memberikan kontribusi besar terhadap penegakan prinsip: “yang benar
adalah benar walaupun tidaka umum, dan yang salah adalah salah walaupun abanyak
pengikutnya”.
2.
Kelemahan
ü Teori
tradisional belum bisa membedakan bahasa dan tulisan sehingga pengertian antara
bahasa dan tulisan masih kacau.
ü Teori
ini tidak pernah menyajikan kenyataan bahasa yang kemudian dianalisis dan
disimpulkan, yang paling utama adalah memahami istilah dengan menghafal
definisi yang dirumuskan secara filosofis.
ü Pemakaian
bahasa berkiblat pada pola atau kaidah sehingga siswa pandai dan hafal
teori-teori bahasa akan tetapi tidak mahir sama sekali berbicara atau berbahasa
didalam kehidupan masyarakat.
ü Level-level
gramatikalnya belum rapi hanya tiga level yang secara pasti ditegakkan, yakni
huruf, kata, dan kalimat.
ü Pemerian
bahasa menggunakan pola bahasa latin yang sangat berbeda dengan bahasa
Indonesia.
ü Pemerian
bahasa berdasarkan bahasa tulis baku padahal bahasa tulis baku hanya merupakan
sebagian dari ragam bahasa yang ada.
ü Permasalahan
tata bahasa masih banyak didominasi oleh permasalahan jenis kata (part of speech), sehingga ruang lingkup
permasalahan masih sangat sempit.
ü Objek
kajian hanya sampai dengan level kalimat, sehingga tidak memungkinkan menyentuh
aspek komunikatif.
Linguistik
tradisional adalah adalah segala hal mengenai paham, aliran, dan tokoh yang ada
pada zaman Yunani kuno hingga zaman renaisans.Dalam zaman linguistik
tradisional, para ahli bahasa saat itu mengkaji bahasa berdasarkanfilsafat dan semantik.Tokoh yang mengembangkan ilmu linguistik tradisional di
antaranya berasal dari bangsa Eropa danAsia seperti Yunani, Romawi, India, Latin, dan Arab.
Aristoteles
Linguistik zaman Yunani
Studi bahasa pada zaman Yunani telah berjalan sekitar
kurang-lebih 600 tahun (5 SM-2 M). Masalah pokok yang menjadi bahasan studi linguistik
pada zaman ini adalah pertentangan mengenai sifat dasar bahasa, apakah ia
bersifat alami dan tak bisa diubah maknanya (fisis), atau bahasa itu bersifat
manasuka dan dapat berubah-ubah maknanya (nomos).Selain itu, pada zaman diperdebatkan pula apakah bahasa
itu bersifat teratur (reguler) misalnya seperti pembentukan kata jamak
boy->boys, girl->girls, check-checked, atau bahasa itu bersifat tak
teratur (ireguler) seperti kata bahasa Inggris go->went, write-wrote bukan
writed.Tokoh-tokoh yang muncul dan memberikan sumbangsih dalam perkembangan
ilmu bahasa pada zaman linguistik tradisional di Yunani di antaranya adalah Kaum Sophis, Plato,Aristoteles, dan Kaum Stoik.
Kaum Sophis (5 SM) mulai
melakukan studi bahasa dengan melakukan penelitian secara empiris dengan
menggunakan ukuran-ukuran, dan mereka juga mengklasifikasikan tipe-tipe kalimat
berdasarkan makna. Mereka melakukan penelitian bahasa dengan memperhatikan
retorika, atau cara para cendekiawan Yunani menyampaikan ceramah. Tokoh yang
populer dari Kaum Sophis adalahProtagoras dan Georgias.
Plato (429-347 SM)
memberikan sumbangan pada ilmu bahasa dalam bukunya yang berjudul Dialoog. Ia
menyatakan bahwa bahasa merupakan hasil pikiran manusia yang terdiri dari onoma
dan rhemata. Onoma yaitu kata benda, nama, dan subjek, sedangkan rhemata
adalah ucapan sehari-hari, verba, dan predikat. Dalam bukunya juga dibahas
mengenai perbedaan antara sifat bahasa yang alamiah dan konvensional.
Pasca Plato, muridnya Aristoteles (384-322 SM) juga ikut
memberikan sumbangsih dalam ilmu bahasa, di antaranya yaitu ia menambahkan
elemen bahasa yang dinyatakan Plato dengan antar lain Onoma, Rhemata, dan
Syndesmoi atau preposisi dan konjungsi.Selain itu, ditambahkan pula mengenai
Legein bunyi tak bermakna, dan prophetal atau bunyi bermakna, dan kelamin kata
(gender).
Selanjutnya, Kaum Stoik (4 SM), menambahkan elemen bahasa menjadi
onoma, rhemata, syndesmoi, dan arthoron, yang artinya adverbial
kuantitas. Selain itu, mereka juga meletekkan dasar komponen utama dalam studi
bahasa di antaranya mengenai simbol, makna, dan konteks, yaitu sesuatu yang di
luar bahasa.Mereka juga lah yang pertama kali mengenalkan kata kerja pasif dan
aktif.
Kaum Alexandria
Kaum Alexandria membuat buku tata bahasa yang bernama
Dionysius Thrax yang diterjemahkan ke dalam bahasa Ars Gramatika.Buku ini merupakan buku pertama tata bahasa pada aliran
linguistik tradisional, jadi buku tata bahasa Dionysius Thrax itu merupakan
cikal bakal linguistik tradisional.Sementara itu, Panini (400 SM) seorang sarjana Hindu dari
India juga menerbitkan buku bernama Astdhyasi tata bahasa Sanskerta dengan
jumlah 4000 ayat yang gagasan-gagasannya digunakan oleh para ahli linguistik
modern hingga saat ini.
Zaman Romawi
Studi bahasa pada
zaman Romawi banyak terpengaruh dari zaman Yunani.Tokoh penting dalam perkembangan bahasa pada zaman ini
adalah Varro, yang mengeluarkan buku De Lingua Latina setebal 25 jilid dan
Priscia 18 jilid. Kedua buku menjelaskan mengenai etimologi (asal mula
kata), morfologi, dan sintaksis. Selanjutnya buku ini menjadi tonggak utama
perkembangan linguistik tradisional Eropa.
Zaman Renaisans
Zaman renaisans merupakan pembukaan bagi abad pemikiran modern dalam studi
linguistik.[3] Hal itu dikarenakan pada zaman ini banyak sarjana
yang menguasai bahasa Yunani, Ibrani, Latin, dan Arab. Selain itu, mereka juga
mengkaji, menyusun, dan membuat perbandingan terhadap bahasa-bahasa tersebut
Linguistik bahasa Ibrani dan bahasa Arab
Penelitian dalam linguistik bahasa Ibrani dan bahasa Arab dilakukan karena
kedudukan kedua bahasa tersebut dalam agama Islam dan agama Yahudi. Dalam studi linguistik bahasa Ibrani diterbitkan
buku berjudul De Rudimentis Hebraicis karangan Reuchlin yang membahas mengenai
penggolongan kata dalam bahasa Ibrani.Sedangkan studi linguistik bahasa Arab
terbagi menjadi dua aliran yaitu Basrah dan Kufah.Perbedaan dari kedua aliran
ini adalah Basrah mengikuti konsep analogi, yaitu bahasa merupakan sistem yang
teratur atau regular. Sedangkan kufah berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur atau
ireguler.Tokoh-tokoh yang menerbitkan karya pada zaman ini adalah Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi dengan karya Kitab al Ayn, dan Sibawaih dengan karyanya Al-Kitab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar